Metroterkini.com - Sebagian Besar galangan kapal yang beroperasi di Kabupaten Kepulauan Meranti, ternyata tidak mengantongi izin dari pemerintah setempat. Anehnya lagi, meski telah merugikan negara karena bahan baku yang digunakan kayu ilegal, tidak satu pun dari pemilik galangan yang tersentuh hukum.
Seperti halnya galangan kapal yang ada di Desa Kudap, Kecamatan Tasik Putripuyu. Meski tergolong baru, galangan milik Alek, warga Rokan Hilir ini bahkan sangat berani memasok dan menampung bahan baku ratusan kubik kayu yang didapat secara ilegal dari para pembalak liar yang terus 'mengelola' hutan Pulau Padang. Karenanya, tak heran jika tersebar informasi ada oknum aparat yang membeking pemilik galangan ilegal itu.
Kapolsek Merbau Iptu Roemin Putra yang juga membawahi wiliayah hukum Kecamatan Tasik Putripuyu ketika dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Jumat (18/5), mengaku belum mengetahui hal itu. Namun, dirinya berjanji akan menurunkan anggota untuk melakukan pengecekan di lapangan. Hingga kini, bahkan belum ada informasi dari hasil penyelidikan di lapangan yang mereka lakukan.
Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kepulauan Meranti Irmansyah mengatakan, sampai saat ini belum ada satu pun galangan kapal yang beroperasi di Meranti memiliki izin. Karenanya, tal heran jika sampai saat ini belum ada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ini yang bisa ditarik.
Menurut Irmansyah, pihaknya tetap akan mengeluarkan izin selagi legalitasnya lengkap. Seperti halnya izin lingkungan yang sangat penting dan lainnya.
"Inti sebenarnya adalah sumber bahan bakunya kayu yang mereka gunakan. Kecuali galangan yang berbahan piber. Bagi kita jika mereka punya surat pernyataan bahwa bahan yang dipakai ilegal, bisa diberikan izin," ungkap Irmansyah," Kamis (24/5) siang.
Dijelaskan Irmansyah bahwa mengurus izin lingkungan, harus didampingi konsultan selaku pohak ketiga. Tentunya ada biaya yang dikeluarkan sesuai kesepakatan dengan konsultan. Namun, pemilik galangan malah tidak sanggup mengurusnya dan lebih memilih beroperasi secara ilegal dan melanggar hukum.
"Pernah kita usulkan agar mereka buat per kelompok, tapi banyak pula alasannya. Seolah kita pula yang punya kepentingan. Kalau dilakukan secara kolektif akan semakin ringan dan mudah. Kadang-kadang itu hanya modus pemilik galangan saja," tambah Irmansyah.
Dia juga mengingatkan besarnya reiko yang akan ditanggung pemilik galangan jika suatu saat nantivtetjadi kecelakaan kerja dan lainnya. "Kalau tak ada izin tentunya mereka akan kena dua kali lipat jika terjadi masalah," tambahnya. [***]